Situs Piramida Gunung Padang
Temuan yang mengada-ada?
Arkeolog dari Jawa Barat Dr Lutfi Yondri tak sependapat dengan hasil penelitian Danny Hilman.
Beberapa literatur menunjukkan Gunung Padang yang terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, sebetulnya sudah diteliti dan ada dalam catatan yang dibuat oleh Verbeek pada tahun 1981 dan Krom pada 1914.
Deskripsi awal dari dua catatan itu menggambarkan Gunung Padang sebagai kuburan kuno di atas gundukan tanah.
Tetapi jejak kuburan itu tak ditemukan ketika dirinya melakukan penelitian yang dimuat dalam disertasi tahun 2016 silam.
Sumber gambar, Fairfax/Getty Images
Yondri menilai temuan bahwa Gunung Padang adalah piramida yang terkubur mengada-ada atau kesimpulan yang menduga-duga tanpa data yang sahih.
"Pertanyaannya kalau piramida dikubur dalam Gunung Padang apakah pernah ada di Nusantara orang mengubur piramida di dalam gunung?" ungkap Dr Lutfi Yondri kepada BBC News Indonesia.
"Kapan terjadinya orang mengubur piramida di dalam gunung?"
"Berapa banyak material yang dibutuhkan untuk menimbun gunung? Itu bisa dijawab tidak?"
Dia pun mempertanyakan sampel yang digunakan untuk penelitian tersebut.
Di dunia arkeologi, kata dia, "sampel budaya" harus memiliki beberapa syarat: harus berada di satu matrik atau struktur yang sama, harus satu keletakan, satu asosiasi atau kumpulan, dan harus punya konteks.
Kemudian merujuk pada hasil penelitian yang telah dilakukan para ahli.
Untuk konteks, dia menilai Indonesia tidak mempunyai kaitan budaya membuat piramida.
"Pernahkah Indonesia punya budaya piramida? Jangan diada-adain, yang ada di Nusantara punya punden berundak," tegasnya.
Punden berundak adalah susunan batu berbentuk meja yang digunakan untuk upacara pemujaan kepada leluhur.
Dan punden berundak Gunung Padang difungsikan untuk ritual tersebut, sambungnya.
"Jadi semua sampel itu harus diverifikasi, tidak bisa hanya prediksi atau persepsi. Persepsi pun harus didasarkan pada data-data sinkronik dan diakronik serta melihat lagi dalam lintasan budayanya."
Arkeolog: Gunung Padang Piramida Tertua di dunia, Dibangun 25 Ribu Tahun Lalu Bukan Oleh Manusia
TRIBUNNEWS.COM - Laman situs Indy100 dalam ulasan yang ditulis reporternya, Liam O'Dell menyoroti sebuah penelitian di situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat dengan klaim spektakuler.
Penelitian itu, dilaporkan menyebut kalau Gunung Padang adalah sebuah piramida tertua di dunia, bahkan lebih tua dari piramida di Mesir.
Hal lain, piramida ini dibangun 25.000 sebelum masehi dan diduga dibuat bukan oleh manusia.
"Berbeda dari Guinness World Records yang secara resmi mencantumkan piramida Djoser Step di Mesir sebagai piramida tertua di dunia (sekitar 2.630 SM), satu makalah yang diterbitkan pada bulan Oktober mengklaim lapisan piramida Gunung Padang di Indonesia dibangun sejauh 25.000 SM – meskipun sejak itu ada keraguan apakah struktur itu adalah buatan manusia sama sekali," tulis ulasan itu di laman tersebut, dikutip Senin (11/11/2024).
Ulasan itu melaporkan kalau penelitian dipimpin oleh Danny Hilman Natawidjaja dari Institut Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan diterbitkan dalam jurnal Archaeological Prospection.
"Para akademisi menulis kalau “inti piramida terdiri dari lava andesit besar yang diukit dengan cermat” dan bahwa elemen “konstruksi tertua” dari piramida “kemungkinan berasal dari bukit lava alami sebelum dipahat dan kemudian diselimuti secara arsitektur”," papar ulasan tersebut merujuk pada makalah hasil penelitian .
Mereka menulis: “Studi ini menyoroti keterampilan batu maju yang berasal dari periode glasial terakhir. Temuan ini menantang keyakinan konvensional bahwa peradaban manusia dan pengembangan teknik konstruksi canggih hanya muncul ... dengan munculnya pertanian sekitar 11.000 tahun yang lalu.
“Bukti dari Gunung Padang dan situs lainnya, seperti Gobekli Tepe (di Turki), menunjukkan bahwa praktik konstruksi tingkat lanjut sudah ada ketika pertanian, mungkin, belum ditemukan.”
"Para akademisi juga mengklaim kalau para pembangun “pasti memiliki kemampuan tukang batu yang luar biasa”," kata ulasan tersebut.
Namun, seorang arkeolog Inggris telah menolak makalah itu, dengan mengatakan kalau dia “terkejut [makalah soal Gunung Padang] bisa diterbitkan”.
Arkeolog Inggris tersebut, Flint Dibble, dari Cardiff University, mengatakan kepada jurnal Nature kalau tidak ada bukti yang jelas yang menunjukkan lapisan yang terkubur dibangun oleh manusia.
Ia lebih condong menilai pada teori kalau struktur terbentuk secara alami.
“Bahan berguling menuruni bukit akan, rata-rata, berorientasi sendiri,” katanya, menambahkan bahwa tidak ada bukti “bekerja atau apa pun untuk menunjukkan bahwa itu buatan manusia”.
Sementara itu, Bill Farley, seorang arkeolog di Southern Connecticut State University, mengatakan "sampel tanah 27.000 tahun dari Gunung Padang, meskipun akurat secara tanggal, tidak membawa ciri khas aktivitas manusia, seperti arang atau fragmen tulang ".
Natawidja telah menanggapi kritik tersebut dengan mengatakan “kami benar-benar terbuka untuk para peneliti di seluruh dunia yang ingin datang ke Indonesia dan melakukan beberapa program penelitian tentang Gunung Padang”, sementara co-editor Prospeksi Arkeologi telah mengkonfirmasi penyelidikan telah diluncurkan ke dalam makalah ini.
Bisnis.com, JAKARTA - Sejarah peradaban kuno dipercaya tersimpan di Indonesia seiring dengan ditemukannya situs-situs yang berumur ribuan tahun. Salah satu yang diyakini sebagai piramida tertua di dunia yakni Situs Gunung Padang.
Selain situs Candi Borobudur yang ditemukan pada 1814, Indonesia masih memiliki situs yang berumur jauh lebih tua. Situs ini bahkan dipercaya menjadi pendahulu pembangunan Candi Borobudur.
Situs Gunung Padang merupakan salah satu situs prasejarah peninggalan kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat. Lokasinya tepat berada di Kampung Gunung Padang, Kabupaten Cianjur.
Dilansir dari laman resmi Situs Gunung Padang, keberadaan situs ini dilaporkan pertama kali oleh Nicolaas Johannes Krom dalam tulisannya yang berjudul Rapporten Oudheidkundige Dienst (Buletin Dinas Kepurbakalaan) pada 1914.
Kemudian, Krom melaporkan bahwa di puncak Situs Gunung Padang terdapat empat teras yang tersusun dari batu kasar serta dihiasi batu andesit dan di setiap teras terdapat gundukan tanah yang ditimbuni batu.
Setelah sempat terabaikan selama beberapa dekade, penelitian Situs Gunung Padang kembali dilakukan pada 1979 setelah masyarakat melaporkan tentang keberadaan tumpukan batu-batu persegi besar dengan berbagai ukuran yang tersusun.
Situs Gunung PadangPerbesar
Luas area Situs Gunung Padang terhitung mencapai 3 hektar dan disebut sebagai situs megalitikum terbesar di Asia Tenggara. Berbeda dengan namanya, Situs Gunung Padang bukan berupa gunung melainkan teras berundak yang terdiri atas lima tingkat teras tersusun dalam berbagai ukuran.
Bentuk bangunannya berupa batu-batu besar membentuk pola tersusun seperti altar bertingkat hingga bagian atas sebagai titik puncaknya.
Situs Gunung Padang disebut sebagai situs tertua di dunia mengalahi situs Piramida Giza di Mesir. Hal ini didasari atas perhitungan yang memperkirakan Situs Gunung Padang dibangun pertama kali pada 8000 SM.
Usia ini tertaut jauh jika dibandingkan dengan Piramida Giza di Mesir yang dibangun sekitar 2500 SM. Secara kronologis, situs Gunung Padang juga merupakan bagian dari sejarah peradaban bangsa Indonesia yang meliputi masa prasejarah, Hindu-Budha, masa pengaruh Islam, dan masa pengaruh eropa.
Tradisi megalitik yang muncul pada zaman prasejarah seringkali ditandai dengan struktur bangunan dan artefak batu dalam ukuran yang besar. Hal ini ada pula pada Situs Gunung Padang.
PEMBATALAN pemuatan makalah tentang Gunung Padang di sebuah jurnal arkeologi bergengsi dunia menambah panjang daftar kontroversi seputar situs prasejarah di Cianjur, Jawa Barat, itu. Perlu kolaborasi peneliti internasional untuk menyingkap misteri di balik kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Makalah berjudul “Geo-archaeological prospecting of Gunung Padang buried prehistoric pyramid in West Java, Indonesia” yang ditulis Danny Hilman Natawidjaja dan kawan-kawan semula tayang di jurnal Archaeological Prospection pada 20 Oktober 2023. Namun, pada 1 Desember 2023, John Wiley & Sons Inc, penerbit jurnal, mencabut artikel tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kita boleh saja menilai pengelola jurnal Archaeological Prospection teledor karena pemuatan artikel Danny dkk seharusnya sudah melalui review ketat. Karya Danny dkk pun bukan plagiat atau hasil mencuri data. Penelitian mereka orisinal. Tapi pengasuh jurnal biasanya berusaha menjaga agar muruah sains tak berbaur dengan fantasi.
Danny dkk menyimpulkan bahwa situs megalitik Gunung Padang adalah sebuah piramida yang lebih tua daripada Piramida Giza di Mesir. Piramida Gunung Padang, menurut mereka, berusia sekitar 20 ribu tahun. Sementara itu, piramida Mesir diperkirakan berusia sekitar 4.000 tahun.
Kesimpulan Danny dan kawan-kawan berpijak pada hasil pemindaian geolistrik, georadar, dan pengeboran geologi. Mereka mengklaim adanya struktur buatan manusia dalam tubuh bukit Gunung Padang, berupa rongga-rongga besar dengan atap, dinding, dan ruang.
Kolega Danny, arkeolog Ali Akbar, dalam bukunya, Situs Gunung Padang, menceritakan peristiwa ganjil sewaktu pengeboran di Gunung Padang oleh Andang Bachtiar, rekan Danny yang lain, pada Agustus 2013. Kala itu sebanyak 32 ribu liter air yang digunakan dalam pengeboran tiba-tiba tersedot ke dalam rongga berkedalaman 8 meter. Hal itu, menurut Ali, mengindikasikan adanya ruang kosong di dalam Gunung Padang.
Meskipun penelitian Danny dkk didukung oleh teknologi maju, penting untuk diingat bahwa interpretasi data oleh ilmuwan mana pun bisa saja keliru. Kesimpulan adanya sebuah ruang buatan manusia dalam perut Gunung Padang belum teruji. Apalagi, sejauh ini, belum ditemukan bukti artefak dari dalam Gunung Padang.
Sejumlah vulkanolog malah menyimpulkan Gunung Padang merupakan sumbat atau kubah lava termuda yang terbentuk di kawah gunung api purba selama ribuan tahun. Mereka juga berpendapat bahwa rongga di dalam bekas gunung api purba adalah sesuatu yang alami.
Harry Truman Simanjuntak, seorang arkeolog prasejarah, juga menolak gagasan adanya ruang buatan manusia di perut Gunung Padang. Ia berargumen, leluhur Nusantara tidak mengenal bangunan ruang bawah tanah untuk kehidupan sehari-hari ataupun untuk ritual sakral. Mereka lebih sering memanfaatkan gua-gua alam ketika membutuhkan ruang tertutup.
Apa pun teorinya, kontroversi seputar Gunung Padang kini telah mendunia. Lembaga seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional semestinya mengundang peneliti luar yang membantah pandangan Danny Hilman dkk, lalu mengajak mereka berkolaborasi dengan para saintis Indonesia. Dengan cara itu, upaya pencarian kebenaran mengenai Gunung Padang akan lebih produktif.
Gunung Padang belum lama ini kembali ramai dibahas setelah masuk dalam salah satu episode di film dokumenter dalam Netflix. Banyak yang mengaitkan situs Gunung Padang dengan struktur piramida yang ditemukan di negara lain.
Terkait hal ini, Arkeolog Jawa Barat, Dr. Lutfi Yondri, meluruskan bahwa situs Gunung Padang bukanlah situs piramida.
"Perlu diluruskan, Gunung Padang itu bukan piramida. Situs Gunung Padang itu punden berundak. Penanggalan karbonnya antara 117 SM-45 SM," ucapnya kepada detikEdu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Punden berundak adalah struktur berbentuk persegi empat dan tersusun bertingkat-tingkat. Pendeskripsian situs Gunung Padang diawali dari bagian paling rendah dan kemudian berlanjut ke bagian yang paling tinggi.
Seperti apa penelitian Gunung Padang?
Temuan terbaru dari penelitian yang dilakukan Danny Hilman Natawidjaja dan sejumlah ahli sebetulnya menguatkan kesimpulannya yang terdahulu bahwa Gunung Padang yang terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, berpotensi menjadi piramida tertua di dunia.
Bahkan situs tersebut kemungkinan berusia 10.000 tahun lebih tua dari Piramida Giza di Mesir dan Stonehenge yang terkenal di Inggris.
Dalam jurnal ilmiah Archaeological Prospection yang baru-baru ini terbit, tertulis bahwa dia beserta tim sudah melakukan survei terpadu di Gunung Padang selama tiga tahun, sejak November 2011 hingga Oktober 2014.
Survei-survei itu di antaranya dengan melakukan pemetaan lanskap dan permukaan situs, pengeboran inti, pembuatan parit, dan teknik geofisika terpadu yang melibatkan metode Tomografi Resistivitas Listrik (ERT) dua dimensi serta tiga dimensi, juga Radar Tembus Tanah (GPR).
Kemudian operasi penggalian dimulai pada pertengahan tahun 2012 dengan sebagian besar pekerjaan dilakukan pada Agustus hingga September 2014.
Sumber gambar, Fairfax/Getty Images
Untuk 'parit' yang digali, ukurannya bervariasi antara 1,2 meter sampai 3,9 meter dari permukaan dan kedalamannya mencapai antara 2 dan 4 meter.
"Penggalian parit dilakukan secara manual dengan menggunakan berbagai alat, antara lain sekop dan cangkul," tulis Danny Hilman.
Sementara kegiatan pengeboran inti situs dilakukan untuk mengeksplorasi lapisan batuan yang lebih dalam.
"Untuk aktivitas ini kami menggunakan peralatan pengeboran Jacro 100 yang dilengkapi dengan mata bor berlian NQ berukuran diameter 2 inci dan inti barel 5 kaki."
Batuan dari inti situs tersebut, sambungnya, diteliti dengan analisis petrologi dan petrografi agar diketahui komposisi dan karakteristiknya.
Adapun sampel tanah organik diekstraksi secara hati-hati yang kemudian digunakan untuk analisis penanggalan karbon.
"Intinya ingin menentukan umur Gunung Padang, karena tanah itu mengandung unsur organik yang bisa ditentukan unsur karbonnya yang berasosiasi dengan umur bangunan," ujar Danny Hilman kepada BBC News Indonesia, Rabu (08/11).
Bagaimana bentuk piramida Gunung Padang?
Situs Gunung Padang, kata Danny Hilman, bukanlah bukit alami melainkan konstruksi berbentuk piramida berlapis.
Lapisan pertama yakni yang paling atas – yang dipenuhi tanah, tumbuh-tumbuhan, berusia 1.000 2.000 tahun sebelum Masehi.
Lapisan kedua yang terdiri dari tumpukan pecahan batuan kolom dengan panjang hingga 1 meter, berusia 5.000 - 6.000 tahun sebelum Masehi.
Lapisan ketiga atau yang tertua berusia 16.000 - 27.000 tahun sebelum Masehi.
Sumber gambar, Archaeological Prospection/Natawidjaja
"Di lapisan tiga ini terdiri dari batuan yang lapuk, tanah liat hingga butiran kerikil dan batuan vulkanik yang tidak teridentifikasi. Ada juga batuan yang mengandung batuan kolom yang sangat lapuk berbentuk pilar vertikal."
Danny Hilman berkata, usia yang begitu lama pada lapisan terakhir memunculkan dugaan bahwa saat bangunan itu dibuat kemungkinan terjadi bencana yang berkaitan dengan banjir besar – atau kepunahan massal.
Setelah bencana, sambungnya, lapisan kedua dibangun dengan menimbun terlebih dahulu konstruksi pertama.
Di inti piramida, tim peneliti menemukan apa yang mereka gambarkan sebagai struktur batu lava yang "dipahat dengan cermat" dan "masif" yang terbuat dari andesit – sejenis batuan beku berbutir halus.
Sumber gambar, Archaeological Prospection/Natawidjaja
Merujuk pada konstruksi dan pahatan bebatuan, tim peneliti meyakini situs ini sudah ada sejak Zaman Es periode terakhir.
"Temuan ini menantang keyakinan konvensional bahwa peradaban manusia dan pengembangan teknik konstruksi canggih muncul selama periode awal Holosen atau awal Neolitikum."
"Pembuat lapisan ketiga dan kedua di Gunung Padang pasti memiliki kemampuan tukang batu yang luar biasa – yang tidak sejalan dengan budaya pemburu dan peramu tradisional."
Ahli geologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia (BRIN) ini mengatakan temuan tersebut punya arti luar biasa untuk sejarah Indonesia.
Kalau selama ini pengetahuan peradaban Indonesia dimulai dari Kerajaan Kutai pada abad ke-4 Masehi, maka sesungguhnya peradaban sudah ada sebelum itu.
"Secara umum Indonesia seperti terbelakang, seperti anak bawang dibanding dengan India atau China yang sejarahnya lebih tua," ucap Danny Hilman.
Sumber gambar, Fairfax/Getty Images
Itu mengapa dia dan tim peneliti berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengungkap rahasia tersembunyi sekaligus peradaban kuno di situs misterius tersebut.
Sebab meskipun situs ini sudah terkubur sekitar 9.000 tahun yang lalu, tapi orang-orang dari berbagai daerah kerap mendatangi lokasinya.
Is Gunung Padang the Oldest Pyramid in the World?
Elongated rock formations piled together at the megalithic site of Gunung Padang (Credit: Upen supendi/Shutterstock)
Since the 1980s, a number of in-depth surveys have been conducted at Gunung Padang, but researchers continue to disagree about its age. Some claim that the stone constructions date back to the first millennium A.D., and pottery fragments from the site were dated to 45 B.C.E to 22 C.E.
Another camp believes that Gunung Padang’s age is older. In 1982, B.M. Kim dated the site to 300 to 2000 B.C.E. But even these estimates are mild compared to the most shocking evaluation of them all — that the deepest layers of Gunung Padang are 16,000 years to 27,000 years old. That would make Gunung Padang the oldest pyramid in the world.
This theory — that Gunung Padang dates back to the Ice Age — is based on the work of geologist Danny Hilman Natawidjaja and his multidisciplinary team of scientists, archeologists, and volunteers. From 2011 to 2014, Natawidjaja and his associates conducted numerous field studies at Gunung Padang including ground penetrating radar, core drilling, and radiocarbon analysis.
With specific regard to the topmost layer of Gunung Padang, Natawidjaja says he agrees with the conclusions of B.M. Kim.
“The estimated age of 300 to 2,000 B.C.E. by B.M. Kim in 1982 aligns with our findings as it likely corresponds to the stone terraces,” says Natawidjaja. However, he notes that there’s another story to Gunung Padang when you examine the deeper layers of construction.
Read More: The Oldest Ancient Wonder Still Exists Today, 4,500 Years Later
Digging Deeper Into Gunung Padang’s Chambers
Despite the pushback, Natawidjaja seems to welcome those who challenge his findings. He points out that the core samples his team surveyed from Gunung Padang in Indonesia show that the site is worthy of deeper investigation.
The idea of digging deeper is even more interesting because Ground Penetrating Radar (GPR), geo-electric (Electric Resistivity Tomography), seismic tomography, and core drillings have already revealed what appear to be buried chambers and tunnels. Are these simply caves created by volcanic processes? Or, are these deeply hidden Gunung Padang chambers like the ones buried inside the Pyramid of Giza? Only a carefully orchestrated excavation can tell us for sure.
In the meantime, one thing is certain, the mysteries that veil this exciting Javanese site will continue to perplex and capture the imaginations of future generations to come. For this reason, you might want to hike to the top of this archeological wonder with an ice-cold thermos of Java Robusta the next time you’re passing through Indonesia.
Read More: Secret 30-Foot Long Chamber In The Great Pyramid Discovered
The Gunung Padang Hoax
Some conventional academics are chomping at the bit to refute Natawidjaja’s conclusions as ‘fantastical’ or ‘sensational’— some even calling it the “Gunung Padang hoax.”
University of Tarragona Researcher Víctor Pérez, wrote a detailed paper challenging Natawidjaja’s findings. The paper criticizes Natawidjaja’s approach, pointing out what some scientists and academics see as flaws and mistakes in both the execution and theoretical analysis of their research. Pérez argues that these issues undermine the credibility of the ancient dates suggested by Natawidjaja's team, which he claims lack corroborating archaeological evidence.
Another opposing view comes from professor Sutikno Bronto of the Center of Geological Survey in Indonesia. He believes that Gunung Padang is the neck of a nearby volcano and not an ancient pyramid.
Sutikno argues that the findings of younger soil layers among older stones and the carbon-dated material at the site do not substantiate Natawidjaja's claims. He suggests these are results of natural erosion, not indicators of human architectural activity.
What Is the Truth About Gunung Padang?
Natawidjaja stressed that his team’s research and surveys were multidisciplinary (not simply volcanological), and while volcanic intrusion was indeed present, there’s more to the story.
“Our comprehensive study, which includes geological, archaeological, and geophysical surveys, indeed confirmed the existence of the underground 'volcanic intrusion' […] aligning with Sutikno’s observations," Natawidjaja says. "However, our findings also present compelling evidence that challenges the perception of Gunung Padang as simply the neck of a nearby volcano.”
As for the carbon-dated cement mentioned by Sutikno, Natawidjaja also had other thoughts.
“Our research conclusively demonstrates that it is indeed a mortar, not a byproduct of natural weathering. Our team of experienced geologists has meticulously examined and analyzed the samples, leaving no room for doubt regarding their origin,” says Natawidjaja.
Fringe date hypothesis
Danny Hilman Natawidjaja, an Indonesian geologist, has claimed that the site had been built as a giant pyramid 9,000 to 20,000 years ago, implying the existence of an otherwise unknown advanced ancient civilization.[11][unreliable source?][12][13] Natawidjaja's analysis has been questioned by other scientists. Vulcanologist Sutikno Bronto concluded that Gunung Padang is the neck of an ancient volcano and not an artificially created pyramid.[13][14] Archaeologist Víctor Pérez has described Natawidjaja's conclusions as pseudoarchaeology.[2]
Natawidjaja's ideas gained the attention of Indonesia's president Susilo Bambang Yudhoyono, who set up a task force.[2] An archaeologist who did not wish to be named due to the involvement of the country's president stated:
In archaeology we usually find the 'culture' first ... Then, after we find out the artefact's age we'll seek out historical references to any civilisation which existed around that period. Only then will we be able to explain the artefact historically. In this case, they 'found' something, carbon-dated it, then it looks like they created a civilisation around the period to explain their finding.[13]
Natawidjaja has been joined by a former activist-turned-politician and member of Yudhoyono's Democratic Party, Andy Arif, in advancing these pseudoarchaeological ideas. Thirty-four Indonesian archaeologists and geologists signed a petition questioning the motives and methods of the Hilman-Arif team and submitted it to Yudhoyono.[13]
In October 2023, an article by Natawidjaja et al., published in Archaeological Prospection, claimed that Gunung Padang is the oldest pyramid in the world, dating as far back as 27,000 years ago. In March 2024, the publisher of Archaeological Prospection, Wiley, and the editors, retracted that paper, stating that:
...the radiocarbon dating was applied to soil samples that were not associated with any artifacts or features that could be reliably interpreted as anthropogenic or "man-made". Therefore, the interpretation that the site is an ancient pyramid built 9,000 or more years ago is incorrect, and the article must be retracted.[15]
Para ahli dari Barat ramai-ramai membantah studi yang mengklaim situs Gunung Padang sebagai piramida tertua di dunia. Mereka menilai klaim tersebut tak terbukti secara ilmiah.
Laporan bahwa situs Gunung Padang yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, sebagai piramida tertua di dunia dan berusia lebih dari 25 ribu tahun lalu terbit pada November lalu.
Laporan itu disusun oleh peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Danny Hilman Natawidjaja dkk di Archeological Prospection.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pakar beranggapan penemuan situs setua itu belum pernah terjadi sebelumnya.
Stonehenge dan piramida besar tertua di Mesir saja baru berusia beberapa ribu tahun, sedangkan pemegang rekor sebelumnya, monumen batu Göbekli Tepe di Turki, diperkirakan berusia sekitar 11.000 tahun.
Sementara, Hilman dalam makalah itu mengungkap Gunung Padang kemungkinan dua kali lebih tua dari usia megalit kuno di atas.
"Bukti dari Gunung Padang menunjukkan bahwa praktik konstruksi yang maju sudah ada ketika pertanian, mungkin, belum ditemukan," klaim mereka.
Temuan itu kemudian mendapat respons keras dari banyak arkeolog, yang mengatakan bahwa tidak ada bukti yang disajikan oleh tim untuk membenarkan kesimpulan mereka tentang usia Gunung Padang.
Mereka berpendapat pemukiman di sana mungkin baru dibangun sekitar 6.000 hingga 7.000 tahun yang lalu.
"Data yang disajikan dalam makalah ini tidak memberikan dukungan terhadap kesimpulan akhirnya bahwa pemukiman tersebut sudah sangat tua. Namun hal itulah yang menjadi berita utama," kata Flint Dibble, arkeolog di Cardiff University. "Saya sangat terkejut makalah ini diterbitkan sedemikian rupa."
Menanggapi hal tersebut, Danny mengatakan bahwa penelitian ini sebetulnya untuk menjawab kekhawatiran dari berbagai pihak mengenai studi ilmiah mereka.
"Penelitian ini menjawab kekhawatiran yang diajukan oleh pihak ketiga mengenai konten ilmiah makalah kami. Kami secara aktif terlibat dalam mengatasi permasalahan ini," kata Hilman, mengutip The Guardian, Selasa (19/12).
Kontroversi mengenai usia Gunung Padang itu muncul setelah film dokumenter dari Netflix, Ancient Apocalypse tayang bulan lalu. Dalam dokumenter tersebut, peneliti kontroversial Inggris Graham Hancock meninjau temuan tersebut.
Ia beranggapan kebudayaan kuno yang dulunya canggih, kemudian hancur dalam peristiwa kosmik, membawa ilmu pengetahuan, teknologi, pertanian, dan arsitektur monumental kepada masyarakat primitif yang menghuni dunia setelah zaman es terakhir.
Gunung Padang bisa menjadi contoh hasil karya mereka, kata Graham.
Sejumlah ilmuwan mengejek gagasan ini. "Dia (Graham) memunculkan mitos-mitos, penafsiran takhayul dan seringkali salah terhadap situs-situs arkeologi," kata ahli geologi Marc Defant.
Bill Farley, arkeolog di Southern Connecticut State University di New Haven, juga menyampaikan hal serupa.
"Sebuah teori, yang mengatakan bahwa sekelompok orang bijak kuno mengajari kita semua yang kita ketahui, menyederhanakan sejarah ke tingkat yang kasar dan juga merampas klaim masyarakat adat bahwa mereka mengembangkan budaya kuno dan kerajinan canggih mereka sendiri."
Hilman dalam sebuah kesempatan menganggap gagasan Hancock sebagai "hipotesis yang masuk akal".
Berada di perkebunan pisang dan teh, hampir 3.000 kaki (900-an meter) di atas permukaan laut dan berjarak 120 km dari Jakarta, Gunung Padang terdiri dari serangkaian teras batu di atas gunung api purba. Pecahan tembikar menunjukkan bahwa situs tersebut berusia beberapa ribu tahun.
Hilman dan timnya berargumen bahwa penggunaan radar menunjukkan di bawah bangunan utama terdapat beberapa lapisan buatan manusia yang lebih dalam, dengan lapisan terbawah dari inti lava yang mengeras menunjukkan tanda-tanda bahwa bangunan itu telah "dipahat dengan cermat".
Mengenai Situs Gunung Padang (Foto: Laudy Gracivia)
Nihil bukti hingga bukan piramid di halaman berikutnya...
Tim peneliti melaporkan sampel tanah yang diambil dari material bukit jauh di bawah situs tersebut berumur 27 ribu hingga 16 ribu tahun, dan penambahan selanjutnya diperkirakan berusia sekitar 8 ribu tahun.
Mereka kemudian menyimpulkan Gunung Padang memiliki bukti jelas bahwa pembangunan piramida itu dapat ditelusuri kembali ke 25 ribu tahun atau lebih.
Namun, klaim tersebut ditolak oleh Dibble dan lainnya. Mereka menyatakan Hilman dan tim tidak memberikan bukti material yang terkubur itu adalah buatan manusia.
Para ahli mengatakan benda tersebut mungkin berusia lebih dari 20 ribu tahun, tapi kemungkinan berasal dari alam karena tidak ada bukti keberadaan manusia, seperti kerangka atau artefak di dalam tanah.
"Jika Anda pergi ke Istana Westminster dan menjatuhkan inti tujuh meter ke dalam tanah dan mengambil sampel tanah, Anda mungkin memperkirakan umurnya adalah 40.000 tahun," kata Dibble.
"Namun bukan berarti Istana Westminster dibangun 40.000 tahun lalu oleh manusia purba. Artinya, ada karbon di bawah sana yang berumur 40.000 tahun. Sungguh luar biasa makalah ini diterbitkan."
Hilman kemudian membalas bahwa "pengamatan yang menjadi landasan penelitian kami didukung oleh analisis paparan yang cermat, penebangan dinding parit, studi pengeboran inti, dan survei geofisika yang komprehensif dan terintegrasi," katanya.
Hal ini tidak diterima oleh peneliti lain.
"Klaim ini melibatkan lompatan besar dari data yang mereka miliki, yang paling menarik, menuju kesimpulan besar tentang piramida yang terkubur jauh di bawah tanah," kata Farley.
"[Studi] ini benar-benar lemah dan saya pikir sangat masuk akal jika makalah ini diselidiki. [Makalah] itu tidak layak untuk dipublikasikan dan saya tidak akan terkejut jika akhirnya ditarik kembali," sindirnya.
Selain pakar Barat, kritik juga disampaikan arkeolog senior Indonesia, Truman Simanjuntak. Direktur Center for Prehistoric and Austronesian Studies (CPAS) ini menyebut situs Gunung Padang bukan piramida, melainkan punden berundak.
"Gunung padang bukan piramid tapi punden berundak, salah satu unsur budaya megalitik yang difungsikan sebagai sarana pemuliaan roh leluhur," kata dia, saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Truman menjelaskan situs Gunung Padang dibangun dengan kearifan para leluhur yang memanfaatkan kontur bukit sebagai undakan-undakan yang merepresentasikan tingkat kesakralan.
Menurut dia undakan-undakan ditempatkan sarana-sarana pemuliaan dengan memanfaatkan columnar joint yang tersedia sebagai menhir, batas-batas ruang upacara, bahkan fungsi teknis melindungi undakan tertentu dari longsoran.
"Klaim ada ruangan di dalam bukit dengan tahapan-tahapan pembangunannya sama sekali tidak didukung data arkeologi, jadi tanpa campur tangan manusia. Kaitan dengan itu, klaim umur bangunan sejak lebih 20 ribu tahun tidak berdasar," ujar dia.
Truman juga menegaskan bahwa leluhur megalitik Nusantara tidak mengenal membangun ruang bawah tanah untuk fungsi profan apalagi sakral. Mereka memanfaatkan gua-gua alam jika mereka butuh ruang tertutup untuk hidup.
Menurut dia, untuk menarik suatu kesimpulan atau interpretasi perlu kehati-hatian.
Suatu konstruksi teori atau interpretasi arkeologi harus didukung data dan fakta, antara lain data spesifik (artefaktual, ekofaktual, dan fitur); data kontekstual ( temuan asosiasi, stratigrafi, dll.); serta data konteks keruangan kawasan dan global.
"Klaim itu tidak memenuhi dasar ini. Punden berundak Gunung Padang sama dengan punden lainnya di Jawa Barat dan Indonesia umumnya."
"Tinggalan megalitik untuk pemujaan yang berkembang sejak sekitar awal-awal masehi dan berlanjut seiring waktu, serta hingga kini di daerah tertentu masih bertahan," pungkasnya.
Controversial findings at Gunung Padang — a massive Indonesian pyramid sitting on top of an ancient volcano — could flip everything we thought we knew about prehistory on its head. If the findings are true, Gunung Padang shows that Ice Age humans possessed advanced technology, unlike anything we could have imagined.
Nevertheless, mainstream archeologists are skeptical of these conclusions, and many have tried to discredit the geologist at the center of them. That geologist is Caltech researcher Danny Hilman Natawidjaja, who has devoted much of his life to an in-depth geo-archeological survey of this incredible site.
In this article, we explore the archeological wonder of Gunung Padang and why Natawidjaja believes it’s proof of a sophisticated civilization that flourished up to 27,000 years ago.
Situs Gunung Kemungkinan untuk Pemujaan Arwah Leluhur
Menurut arkeolog Jawa Barat tersebut, situs Gunung Padang dijelaskan sebagai salah satu produk budaya yang dibuat atau dibangun oleh manusia pada masa lalu.
Seperti halnya artefak yang merupakan refleksi dari tingkah laku manusia dalam kaitannya antara manusia dengan aspek lingkungan pada masa lalu.
Bila hal itu dikaitkan dengan pola hidup masyarakat prasejarah yang hidup pada masa bercocok tanam yang telah mengembangkan budaya pengagungan arwah leluhur, terbuka kemungkinan fungsi situs Gunung Padang tersebut sebagai tempat pemujaan arwah leluhur.
"Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, temuan arkeologis di sekitar batu datar (di Gunung Padang) tersebut juga hanya berupa fragmen tembikar polos dalam jumlah yang terbatas yang besar kemungkinan merupakan bagian dari wadah yang digunakan pada saat pelaksanaan ritual," tutur Dr Yondri.
Para arkeolog telah memastikan piramida di Indonesia, yaitu Gunung Padang, merupakan piramida tertua di dunia. Piramida ini adalah megalit sedalam 98 kaki yang tenggelam di dalam bukit batu lava.
Melansir laman Daily Mail, Rabu (8/11/2023), Gunung Padang, pertama kali ditemukan kembali oleh penjelajah Belanda pada 1890, sebenarnya mungkin juga merupakan bangunan buatan manusia tertua yang pernah diketahui, setidaknya menurut penanggalan radiokarbon terbaru dari situs kuno tersebut.
Pengujian tersebut menempatkan konstruksi awal piramida, dengan ratusan anak tangga yang dipahat dari lava andesit, berasal dari lebih dari 16 ribu tahun yang lalu, pada Ice Age terakhir. Itu berarti Gunung Padang kemungkinan berusia lebih dari 10 ribu tahun lebih tua dari semua monumen besar dan piramida Giza di Mesir. Bukan hanya itu bahkan lebih tua dari Stonehenge yang legendaris di Inggris.
Sebagaimana bukti baru-baru ini bahwa Sphynx Mesir dibangun dengan memanfaatkan erosi angin secara cerdas, para pemburu-pengumpul yang membangun Gunung Padang membuat keunggulan arsitektural dengan bekerja sesuai, bukan melawan kondisi lokal mereka. Lapisan pertama dan terdalam piramida Indonesia, menurut temuan para peneliti, diukir dari kekayaan alam aliran lava dingin yang ada di situs tersebut.
Gunung Padang bahkan mungkin terbukti ribuan tahun lebih tua dari 'megalit' Göbekli Tepe yang ditemukan di Turki, yang merupakan pelopor terakhir dalam 'megalit tertua di dunia'. Para ilmuwan mengatakan struktur tersebut menjanjikan untuk membalikkan anggapan konvensional mengenai betapa 'primitifnya' masyarakat pemburu-pengumpul sebenarnya - sehingga mengungkap kemampuan rekayasa peradaban kuno yang sebenarnya.
Para ahli juga telah menghabiskan lebih dari satu abad memperdebatkan, apakah struktur bawah tanah yang dikenal sebagai Gunung Padang (yang berarti 'gunung pencerahan' dalam bahasa lokal-RED) benar-benar merupakan piramida buatan manusia, dan bukan hanya formasi geologi alami.
Konstruksi Rumit nan Canggih
Antara 2011 dan 2015, ahli geologi Danny Hilman Natawidjaja dari Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia memimpin tim arkeolog, ahli geofisika, dan ahli geologi untuk benar-benar mengungkap misteri kuno ini. Dengan menggunakan radar penembus tanah untuk mengambil gambar bawah permukaan, pengeboran inti, dan teknik penggalian 'parit', Natawidjaja dan rekan penelitinya mampu menyelidiki lapisan pertama Gunung Padang, yang terbentang sepanjang sembilan lantai atau sekitar 98 kaki, atau 30 meter, di bawah permukaannya.
"Studi ini dengan kuat menunjukkan, Gunung Padang bukanlah sebuah bukit alami," tulis para arkeolog bulan lalu, di jurnal Archaeological Prospection, setelah bertahun-tahun menganalisis data dari perjalanan masa lalu, 'tetapi sebuah konstruksi mirip piramida.'
Di inti piramida, tim menemukan apa yang mereka gambarkan sebagai struktur batu lava yang 'dipahat dengan cermat' dan 'masif' yang terbuat dari andesit, sejenis batuan beku berbutir halus. "Ruangan paling dalam ini, yang dijuluki Unit 4, kemungkinan berasal dari bukit lava alami," tulis mereka. Tentu ini sebelum dipahat dan kemudian diselimuti secara arsitektural selama periode glasial terakhir, antara 16 ribu hingga 27 ribu tahun yang lalu.
Para ilmuwan menggambarkan, sekitar 11.500 tahun terakhir keberadaan manusia dan terus bertambah, sebagai 'periode interglasial' antara Ice Age yang dikenal sebagai Holosen. Teknik penanggalan radiokarbon, yang digunakan oleh Natawidjaja dan kelompoknya untuk menentukan usia Unit 4, bergantung pada isotop radioaktif atom karbon yang umum ditemukan di seluruh dunia untuk mengukur usia kehidupan 'berbasis karbon' yang sudah tua dan terawetkan.
Karena tingkat peluruhan radioaktif isotop karbon-14 ini, para ilmuwan dapat secara akurat mengukur usia bahan organik mati hingga 60 ribu tahun yang lalu. Untuk memastikan bahwa penanggalan radiokarbon mereka akurat, tim Natawidjaja bersusah payah memilih sampel tanah organik yang tepat dari inti bor dan dinding parit, sampel yang tidak tercemar oleh akar segar dari vegetasi modern.
Para peneliti sekarang meyakini, Gunung Padang dibangun selama ribuan tahun, dalam 'tahapan yang rumit dan canggih'. Setelah Unit 4 selama Ice Age, Gunung Padang 'ditinggalkan oleh pembangun pertama selama ribuan tahun,' menurut studi baru tim tersebut.
Sekitar tahun 7.900–6.100 SM, fase berikutnya, Unit 3, tampaknya 'sengaja dikubur dengan timbunan tanah yang cukup besar'. Lapisan pilar batu, tangga dan teras berikutnya, Unit 1, dibuat antara tahun 6.000 dan 5.500 SM, dengan lapisan terakhir, Unit 1, yang lebih muda dari beberapa piramida Mesir, telah selesai dibangun antara tahun 2.000 dan 1.100 SM.
Beribu-ribu tahun kemudian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia mengakui semua kerja keras kuno ini, dan menyatakan Gunung Padang sebagai situs warisan budaya lokal pada 1998. "Pembangun Unit 3 dan Unit 2 di Gunung Padang pasti mempunyai kemampuan tukang batu yang luar biasa, yang tidak sejalan dengan budaya tradisional pemburu-pengumpul," menurut Natawidjaja dan rekan-rekannya.
Gunung Padang dibangun selama ribuan tahun, dalam 'tahapan yang rumit dan canggih'.